KOTA BOGOR - Forkopimda Kota Bogor, menggelar rapat bersama DPRD Kota Bogor yang diwakili oleh unsur pimpinan DPRD Kota Bogor, Ketua AKD, dan ketua fraksi-fraksi DPRD Kota Bogor, Rabu (27/7) di Gedung DPRD Kota Bogor. Rapat tersebut beragendakan konsultasi dan kordinasi terkait penetapan status konflik sosial yang terjadi akibat adanya pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hambal di Kecamatan Bogor Utara.
Jajaran Forkopimda hadir Walikota Bogor, Wakil Walikota Bogor, Kapolresta, Dandim, Kajari, Plt Sekda dan didampingi Kabag Hukum, Kepala Badan Kesbangpol, Camat Bogor Utara, dan Lurah Tanah Baru.
Berdasarkan hasil rapat kordinasi dan konsultasi, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyampaikan bahwa DPRD Kota Bogor memberikan persetujuan kepada Wali Kota Bogor untuk melakukan langkah penanganan sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
“Pada intinya kami memberikan pendapat kepada Wali Kota Bogor untuk melakukan langkah sebagaimana yang telah diatur didalam UU nomor 7 tahun 2012. Tujuan utama dan paling mendasar adalah mencegah terjadinya konflik sosial ataupun konflik fisik. Karena ini yang tidak kita harapkan, ” ujar Atang.
Dengan adanya status konflik sosial ini, Atang berharap bahwa permasalahan yang ada dapat diselesaikan melalui proses musyawarah dan mediasi untuk mencari mufakat.
“Kami menyerahkan penanganan kepada Wali Kota dan pihak yang berwenang untuk melakukan langkah penanganan yang tepat, solutif, dan mengedepankan musyawarah mufakat. Tentu berdasarkan informasi di lapangan bisa menganalisa situasi serta langkah apa yang perlu dilakukan agar terjadi penyelesaian yang baik, ” ungkap Atang.
“Yang terpenting tidak terjadi konflik sosial dan konflik fisik. Adakan mediasi untuk musyawarah sehingga terjadi islah, pembangunan masjid bisa terlaksana dengan baik dan nantinya bisa dikelola serta dimanfaatkan bersama-sama oleh para pihak dan masyarakat di wilayah, ” tutup Atang.
Dilokasi yang sama, Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, mengungkapkan bahwa akan ada pengamanan bersifat netral disekitaran lokasi selama status konflik sosial berlaku selama 90 hari kedepan.
Ia pun menekankan bahwa dengan adanya penetapan status konflik sosial ini, memiliki tujuan untuk melakuka musyawarah dan mufakat.
“Jadi ini bukan untuk menghentikan kegiatan untuk tidak membangun masjid tersebut, tetapi dalam rangka musyawarah dan mufakat sehingga tidak terjadi disinformasi di masyarakat. Justru ini adalah awal 90 hari ke depan kami akan berusaha melakukan upaya rekonsiliasi bagi kedua belah pihak, ” tegasnya.
Terakhir, Wali Kota Bogor, Bima Arya menjelaskan, diambilnya langkah penetapan status konflik sosial berdasarkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 ini berdasarkan hasil pemantauan di lapangan yang menunjukkan adanya potensi konflik sosial yang besar.
“Forkopimda atas pesetujuan DPRD, menyepakati, menetapkan status konflik di lokasi tersebut, sehingga forkopimda melakukan langkah-langkah yang terukur di sana untuk menghentikan semua kegiatan, dan mengikhtiarkan terjadinya islah, musyawarah untuk mufakat, ” jelas Bima.
Lebih lanjut, Bima pun menerangkan bahwa penetapan ini diambil untuk dilakuka intervensi secara fisik untuk memperbaiki tanggul yang ada di sekitaran pembangunan masjid, karena dinilai rawan longsor.
“Ini adalah untuk keselamatan warga di sana. Sesegera mungkin kami akan turun di sana untuk menghentikan aktivitas di sana, dan memberi kesempatan pada dinas PUPR untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Sambil tentunya kami mengupayakan mediasi dengan semua yang ada. Tentu kami ingin agar persoalan ini selesai, warga bisa menerima pihaknya juga bisa berkomunikasi dengan baik dengan warga, ” pungkasnya.